JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu hambatan dalam pengembangan listrik tenaga surya adalah mahalnya sistem fotovoltaik. Pembangunan industri sel surya dipandang perlu untuk mengatasi hal tersebut.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan studi kelayakan terkait teknologi yang layak digunakan untuk mengembangkan sel surya.
"Kita meninjau 4 teknologi, ada sel surya jenis Kristalin silikon dan ada 3 macam Thin Film, yaitu DsTe, CIGS dan a-Si," ungkap Kholid Akhmad, Chief Engineer studi tersebut yang juga peneliti di BPPT.
Studi melihat aspek investasi teknologi, efisiensi dan kemampuan konversi energi. Hasil studi menunjukkan bahwa teknologi kristalin silikon paling tepat.
"Kelebihannya, investasinya untuk daya yang sama sekitar 60 MW per tahun, dananya sekitar 450 miliar. Sementara untuk Thin Film bisa 2 atau 3 kalinya," kata Khalid.
Soal konversi energi, kemampuan kristalin silikon adalah 16-18 persen. Artinya, untuk 100 Watt daya yang datang, ada 16-18 Watt listrik yang dihasilkan. Untuk Thin Film, kemampuannya hanya 10-12 persen.
Kholid mengungkapkan, dengan teknologi kristalin silikon, industri listrik tenaga surya bisa dibagi menjadi 4 industri yang berbeda. Fokus saat ini adalah mengembangkan industri sel surya.
Kepala BPPT, Marzan Azis Iskandar, mengatakan bahwa industri sel surya perlu untuk memecahkan masalah harga sistem fotovoltaik yang mahal serta ketergantungan pada luar nnegeri. Sampai saat ini, 60 persen dari komponen teknologi surya masih impor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.